Jakarta 16 Juli 2025

Isu lama yang telah berulang kali dibantah dan diproses secara hukum mengenai keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, pengacara kontroversial Farhat Abbas secara resmi mendaftarkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tidak hanya menyasar individu yang selama ini vokal menyuarakan isu tersebut seperti mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, gugatan ini juga menargetkan beberapa pihak lain yang dianggap turut menyebarkan dan memelihara narasi yang dinilai sebagai fitnah dan pencemaran nama baik.

Langkah hukum yang diambil Farhat Abbas ini sontak memicu kembali perdebatan publik mengenai isu yang sejatinya telah dianggap selesai oleh sebagian besar masyarakat. Pendaftaran gugatan ini menandai babak baru dalam saga panjang yang mempolarisasi opini publik, menguji batas antara kebebasan berekspresi dan penyebaran informasi yang tidak benar.

Detail Gugatan dan Pihak Tergugat Dasar Hukum dan Tuntutan Farhat Abbas

Farhat Abbas, yang mengklaim bertindak atas nama kliennya yang merasa dirugikan oleh disinformasi ini, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Dalam berkas gugatannya, Farhat menuduh para tergugat telah secara sistematis dan terus menerus menyebarkan keraguan dan tuduhan palsu terkait ijazah sarjana milik Jokowi dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Menurut Farhat, tindakan para tergugat telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, mendelegitimasi institusi kepresidenan, serta merusak nama baik

almamater terkait, yaitu UGM. Para tergugat utama dalam gugatan ini antara lain adalah: * Roy Suryo: Dianggap sebagai salah satu tokoh publik yang paling sering mengomentari dan menganalisis isu ijazah ini di media sosial. * Sejumlah Aktivis dan Pengguna Media Sosial: Beberapa nama akun media sosial populer yang secara konsisten memproduksi dan menyebarkan konten terkait isu ijazah Jokowi juga dimasukkan sebagai tergugat. * Beberapa Portal Media Online: Farhat juga menargetkan beberapa media online yang dinilai telah memberikan platform dan amplifikasi terhadap narasi tersebut tanpa verifikasi yang memadai.

Tuntutan yang diajukan bersifat materiil dan imateriil. Secara materiil, Farhat Abbas meminta ganti rugi dalam jumlah yang signifikan, yang menurutnya merupakan kalkulasi dari kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan. Secara imateriil, ia menuntut para tergugat untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di berbagai media massa nasional selama tujuh hari berturut-turut dan mencabut semua pernyataan mereka yang dianggap tidak benar.

“Ini bukan lagi soal politik, ini soal penegakan hukum terhadap fitnah yang merusak. Klien kami dan banyak masyarakat merasa terganggu. Kebebasan berpendapat ada batasnya, yaitu ketika sudah masuk ke ranah penyebaran kebohongan yang meresahkan,” ujar Farhat kepada wartawan di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sejarah Panjang Isu Ijazah Jokowi

Isu mengenai keaslian ijazah Jokowi bukanlah barang baru. Narasi ini telah muncul sejak Jokowi pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2014 dan terus berulang dalam setiap kontestasi politik. Berbagai pihak telah mencoba membantah tuduhan ini dengan bukti-bukti yang kuat.

Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai institusi penerbit ijazah telah berulang kali memberikan klarifikasi resmi. Rektor UGM dan para pejabat universitas lainnya telah mengonfirmasi bahwa ijazah dengan nomor seri yang dipersoalkan adalah asli dan tercatat dalam arsip akademik mereka. Bahkan, beberapa teman seangkatan dan dosen Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM juga telah tampil di publik untuk memberikan kesaksian. Secara hukum, isu ini juga pernah diuji. Sebuah gugatan serupa yang diajukan oleh pihak lain pada tahun 2022 telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hakim menilai penggugat tak punya legal standing dan isu yang diajukan tak berdasar secara faktual

Reaksi Para Pihak dan Implikasi Hukum

Menanggapi gugatan yang dilayangkan Farhat Abbas, Roy Suryo menyatakan dirinya siap menghadapi proses hukum. Kuasa hukum Roy Suryo menyebut pernyataannya hanyalah analisis dan kritik, bukan tuduhan tanpa dasar. Ia mengklaim memiliki bukti-bukti dan analisis forensik digital yang mendukung keraguannya.

“Kami siap meladeni gugatan ini di pengadilan. Biar nanti di persidangan kita buka bukaan data. Ini adalah bagian dari hak publik untuk tahu dan bertanya. Jangan sampai kritik dibungkam melalui jalur hukum,” kata salah satu anggota tim hukum Roy Suryo.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Dr. Bivitri Susanti, melihat gugatan ini dari dua sisi. Di satu sisi, setiap warga negara memang berhak mengajukan gugatan jika merasa dirugikan oleh perbuatan pihak lain. Ia mengingatkan pengadilan agar berhati-hati supaya proses hukum tidak digunakan untuk membungkam kritik atau SLAPP.

“Pengadilan harus benar-benar jeli melihat substansi perkaranya. Apakah ini murni pencemaran nama baik, atau ini adalah upaya untuk menghentikan partisipasi publik dalam mengawasi pejabat. Pembuktiannya akan sangat krusial,” jelasnya.

Kasus ini diprediksi akan berjalan panjang dan menarik perhatian publik. Persidangan akan menguji bukti antara penggugat yang menyebut fitnah dan tergugat yang mengklaim kebebasan berekspresi. Apapun hasilnya nanti, kasus ini akan menjadi preseden penting bagi penanganan disinformasi dan batas-batas kritik terhadap pejabat publik di Indonesia.